DIAGNOSTIK DAN TATALAKSANA KANKER PAYUDARA


Kanker payudara merupakan problema kesehatan yang penting pada wanita. Di AS 1 dari 8 wanita (12.5%) dalam perjalanan hidupnya akan menderita kanker payudara atau 30% sari semua kanker yang ada pada wanita. Di Indonesia insiden kanker payudara menduduki peringkat pertama kasus kanker pada wanita. (Glabocan 2008) mencatat insiden kanker payudara 36.2/100.000/tahun,dengan angka kematian 18.6/100.000/tahun : yang berada dalam stadium lanjut > 50%. Insiden kanker payudara ini baik di Indonesia maupun di luar negeri (Eropa-AS) cenderung meningkat.
Ada beberapa metode yang digunakan untuk mendiagnosis kanker payudara. Sampai saat ini yang menjadi gold standard untuk mendiagnosis kanker payudara adalah pemeriksaan histopatologi. Pemeriksaan histopatologi dapat menentukan jenis kanker payudara. Prosedur pemeriksaan histopatologi adalah pasien harus dilakukan biopsi. Hasil biopsi dapat digunakan sebagai diagnosis kanker payudara dan juga pemantauan keberhasilan terapi. Gambaran histopatologi yang dimaksud berupa morfologi jaringan kanker secara mikroskopis dari patologi anatomi yang merupakan parameter penting dan baku emas diagnostic kanker payudara..
Mammografi merupakan pemeriksaan secara radiologis. Pada beberapa orang pemeriksaan ini mungkin menimbulkan rasa tidak nyaman, karena payudara akan ditekan dari sisi atas dan bawah kemudian barulah payudara difoto dengan sinar-X. Pada wanita di bawah usia 40 tahun sebaiknya dilakukan USG dahulu baru diperkuat dengan Mammografi. Adapun wanita berusia di atas 50 tahun, disarankan melaksanakan pemeriksaan dengan Mammografi minimal sekali dalam dua tahun.
USG merupakan pemeriksaan yang bersifat non-invasif dan dapat dilaksanakan pada wanita usia muda. Pemeriksaan USG saja tanpa Mammografi tidak direkomendasikan untuk deteksi kanker payudara karena angka spesifitas dan sensitivitasnya yang kecil. Namun apabila keduanya digabungkan,  nilai diagnostik terhadap kanker payudara dapat ditingkatkan. Beberapa pemeriksaan lain yang tersedia sebaiknya dikerjakan sebagai pemeriksaan tambahan terhadap Mammografi, mengingat efektivitas dan biaya yang dikeluarkan untuk tujuan deteksi dini terhadap kanker payudara ini.
Setelah diagnosis dikonfirmasi, satu atau beberapa tindakan pengobatan berikut ini akan direkomendasikan kepada pasien:
Operasi Bedah
Ada dua jenis utama operasi bedah:
1) Terapi konservasi payudara
Dokter bedah hanya mengangkat tumor payudara dan jaringan di sekitarnya; pasien harus menjalani radioterapi setelahnya untuk mengurangi risiko kambuhnya penyakit. Pendekatan ini paling cocok diterapkan pada benjolan kecil yang terletak jauh dari puting dan hanya ada sedikit efek samping yang tidak diinginkan.
2) Mastektomi (pengangkatan seluruh payudara)
Jika tumor payudara terlalu besar atau ditemukan di beberapa bagian payudara, maka seluruh payudara harus diangkat dengan tindakan pembedahan. Kelenjar getah bening di ketiak pada sisi payudara yang terkena kanker harus diambil sampelnya atau diangkat untuk keperluan pemeriksaan mikroskopis lebih lanjut. Dewasa ini, pasien yang memenuhi kriteria tertentu akan diminta untuk melakukan biopsy kelenjar limfe sentinel. Jika tidak ada sel-sel tumor yang terdeteksi pada kelenjar limfe sentinel, pasien tidak perlu menjalani tindakan operasi diseksi aksila. Hal ini bias mengurangi kemungkinan terjadinya limfoedema pasca operasi pada anggota tubuh bagian atas. Untuk pasien yang menjalani tindakan mastektomi, pasien bisa memilih untuk menggunakan prostesis payudara atau menjalani bedah rekonstruksi payudara. Bedah rekonstruksi umumnya menggunakan lemak dari perut atau implan larutan garam khusus yang dibuat untuk mengembalikan kontur dan bentuk payudara. Sebaiknya Anda meminta saran lebih lanjut dari ahli bedah yang berpengalaman dan spesialis perawat sebelum dan sesuah tindakan operasi payudara.
Radioterapi
Untuk tumor yang lebih agresif atau sel-sel tumor sisa di sekitar luka bedah (misalnya pada terapi konservasi payudara), radioterapi (pengobatan dengan menggunakan sinar X berenergi tinggi) mungkin juga diperlukan sebagai pengobatan adjuvan untuk mengurangi risiko kekambuhan penyakit. Seluruh tindakan pengobatan dengan radioterapi biasanya akan memakan waktu selama 5 hingga 6 minggu. Dewasa ini, pengobatan dengan cara hipofraksionasi selama 3 hingga 4 minggu telah terbukti sama efektifnya dengan tindakan pengobatan konvensional lainnya.
Kemoterapi
Kemoterapi adjuvan sering diberikan pasca operasi kepada pasien yang memiliki tingkat risiko kekambuhan sedang hingga tinggi. Obat sitotoksik anti kanker akan digunakan untuk membunuh sel-sel kanker sisa, sehingga membantu untuk mengurangi risiko kekambuhan yang ada. Seluruh tindakan pengobatan dengan kemoterapi biasanya akan memakan waktu selama 3-6 bulan. Untuk pasien yang menderita kanker payudara stadium lanjut, kemoterapi juga bisa digunakan dalam kondisi paliatif.
Pengobatan hormonal
Estrogen akan merangsang pertumbuhan sel-sel kanker payudara. Oleh karena itu, dokter mungkin akan meresepkan obat untuk memblokir efek dari hormon wanita ini demi menghentikan pertumbuhan sel kanker payudara. Namun, pendekatan ini hanya efektif pada tumor dengan reseptor hormonal yang positif. Pengobatan ini biasanya dilakukan dengan mengonsumsi tablet obat hingga 10 tahun.